BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam melaksanakan pendidikan Islam sangat dibutuhkan adanya metode
yang tepat, efektif, dan efisien dengan tujuan untuk mnghantarkan tercapainya
suatu tujuan pendidikan yang telah di rencanakan dan di cita-citakan. Materi
yang baik dan benar saja tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak di
imbangi dengan metode yang baik pula. Oleh karena itu, kebaikan suatu materi
yang akan di sampaikan dalam ranah pendidikan harus di topang dengan adanya
metode pendidikan.
Pemilihan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan sebuah
peruses pendidikan, demikian juga penerapan metode yang kurang tepat akan
membuat proses pendidikan menjadi gagal, suasana pembelajaran akan terasa
membosankan, sehingga siswa sulit menerima pelajaran. Ada sebuah kaidah yang
sangat terkenal yaitu “Al-Thariqah Ahammu min al-Maddah” yaitu metode di
anggap lebih penting dari pada penguasaan materi. Kaidah ini sangat dalam
maknanya, bahwa keberhasilan seorang guru dalam mendidik sangat di pengaruhi
oleh penguasaan dan penggunaan metode yang tepat dalam proses pembelajarannya.[1]
Salah satu contoh kegagalan dalam metode pembelajaran seperti
sorang guru matematika yang menyelesaikan tugasnya dengan cara diskusi padahal
yang harus di lakukannya adalah memperbanyak praktek langsung atau seperti
contoh lainnya guru Agama yang mengajarkan masalah solat janazah tetapi hanya
dengan mentode ceramah tidak di barengi dengan metode praktek. Hal ini dapat
menimbulkan kesalahan atau tidak fahamnya murid akan pelajaran tersebut.
Ada beberapa metode pembelajaran yang telah di ajarkan oleh Islam
bukan hanya metode pembelajaran yang di
pakai saat ini, metode pembelajran saat ini kebanyakan menggunakan metode
ceramah yang tanpa adanya sentuhan kreasi motifasi ataupun media yang dapat di
manfaatkan oleh guru dalam upaya mendukung keberhasilah pembelajaran tersebut.
Jika guru hanya menggunakan satu metode dan itu yang selalu di
pakainya saat mengajar maka akan membuat murid tidak tertarik atau tidak akan terlibat
didalam pembelajaran tersebut. Metode pembelajaran yang monoton ini tentu saja
menjadikan peserta didik tertekan dan seakan ingin lari dari kelasnya.[2]
B. Rumusan Masalah
Oleh karena itu dengan latar belakang ini penulis mendapatkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian metodologi pendidikan Islam ?
2.
Bagaimana
metode pendidikan Islam?
BAB II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi
metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.[3]
Sementara dalam bahasa Arab kata metode di ungkapkan dalam bentuk kata thariqah
brarti jalan, dan manhaj yang berarti system, serta wasilah
yang berarti perantara. Dari kedua bahasa tersebut sepertinya tidak terjadi
perbedaan makna.
Adapun secara istilah, menurut Abuddin Nata
metodologi dapat di artikan sebagai cara-cara yang dapat di gunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah di tetapkan, yaitu perubahan-perubahan
kepada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian metode ini
taerkait dengan perubahan dan perbaikan.[4]
Para ahli mendefinisikan metode sebagai brikut:
1.
Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode
adalah cara atau jalan yang harus di lalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Abd. Ar-Rahmah mendefinisikan bahwa metode
adalah cara-cara yang praktis dama mencapai tujuan pendidikan.
3.
Al- Abrasy mendefinisikan bahwa jalan yang kita
ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala macam
metode dalam berbagai pelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat di
simpulkan bahwa metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang harus
dimiliki dan di gunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan dan memberikan
pendidikan atau pengajaran kepada peserta didik agar mencapai tujuan pendidikan
yang termuat dalam kurikulum yang telah di tetapkan.[5]
B. Sumber Pendidikan Islam
Metode Pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut
persoalan individual atau sifat sosial dari peserta didik dan pendidik itu
sendiri, sehingga dalam menggunakan metode, seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan. Sebab metode pendidikan
hanyalah sarana menuju tujuan pendidikan, sehingga segala cara yang ditempuh
oleh seorang pendidik harus mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut.
Dalam hal ini tidak lepas dari dasar agama, biologis, psikologis dan
sosiologis.
1. Dasar Agama
Dalam tataran konseptual, metodologi pendidikan dalam Islam, selalu
berlandaskan pada aspek-aspek yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, serta dapat di dukung oleh ijtihad
dan kajian pemikiran ulama-ulama Islam yang kompeten dalam bidang-bidangnya
yang kesemuanya ini terkumpul dalam khasanah keilmuan Islam sohihah,
yaitu turast.
Al-Qur’an dan sunah inilah yang menjadi landasan pokok dalam
metodologi pendidikan Islam yang harus digunakan secara hierarkis. Al-Qur’an
harus di dahulukan, jika tidak di temukan suatu penjelasan di dalamnya, maka
harus di cari dalam Sunnah. Adapun Ijtihad dan kajian ulama kontemporer dapat
dijadikan sebagai rujukan sekunder sebagai bahan pendukung dalam proses
pengembangan pendidikan Islam.[6]
Nilai-nilai Al-Qur’an yang diserap oleh Rasulullah terpancar dalam
gerak-geriknya yang direkam oleh para sahabat sehingga hampir tidak ada ayat
yang tidak dihafal dan diamalkan oleh sahabat. Di samping itu kehadiran
Al-Qur’an di tengah masyarakat Arab, memberikan pengaruh yang besar terhadap
jiwa mereka. Akhirnya, mereka berpaling secara total, dan semua keputusan
selalu melihat isyarat Al-Qur’an sebagai petunjuk kehidupan. Sementara
pendidikan salah satu wahana untuk merumuskan dan mencapai tujuan hidup. Dengan
demikian petunjuk hidup seluruhnya harus ditujukan kepada isyarat
Al-Qur’an, karena Al-Qur’an
mulai ayat pertama
hingga terakhir tidak terlepas dari isyarat pendidikan.[7]
Secara prinsip metodologi pendidikan Islam tersebut, berbeda jauh
dengan metrodologi pendidikan Barat. Metodologi yang di kembangkan Barat di
bangun atas tradisi budaya yang di perkuat dengan spekulasi filosofis yang
terkait dengan kehidupan secular yaitu memusatkan manusia sbagai manusia
rasional, dan sengaja membuang pesan-pesan wahyu, nilai-nilai ketuhanan, dan
dimensi spiritual. Akibatnya ilmu pengetahuan seta nilai-nilai etika dan moral,
yang di atur pleh rasio manusia terus menerus berubah. Sehingga dari cara
pandang seperti inilah pada akhirnya
akan melahirkan ilmu-ilmu secular.[8]
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode Pendidikan Islam
berdasarkan pada agama, dan karena Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan sumber
pokok ajaran agama Islam, maka dalam pelaksanaan metode tersebut disesuaikan
dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efisien yang dilandasi
nilai-nilai keduanya (Al-Qur’an dan Al-Hadist).
2. Dasar Biologis
Perkembangan biologis manusia, mempunyai pengaruh dalam
perkembangan intelektualnya, sehingga semakin lama perkembangan biologis
seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya.
Dalam memberikan pendidikan terutama dalam Pendidikan Islam, seorang pendidik
harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
Perkembangan kondisi jasmani (biologis) seseorang juga mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya. Seseorang yang menderita cacat
jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh
orang yang normal, misalnya seseorang yang mempunyai kelainan pada matanya
(rabun jauh), maka cenderung untuk duduk di bangku barisan depan, karena berada
di depan, maka tidak dapat bermain-main pada waktu guru memberikan
pelajarannya, sehingga memperhatikan seluruh uraian guru. Karena hal ini
berlangsung terus-menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan lebih dibanding
dengan lainnya, apalagi termotivasi dengan kelainan mata tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan
jasmani itu sendiri memegang peranan yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus
memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat
akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupun
negatif. Hal ini memberikan hikmah dari penciptaan Tuhan, maka dengan harapan
besar pendidik dapat memberikan pengertian secukupnya pada siswanya untuk
menerima penciptaan Allah yang sedemikian rupa.[9]
3. Dasar Psikologis
Metode Pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif, bila
didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis siswa. Sebab perkembangan
dan kondisi psikologis siswa memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam kondisi jiwa yang labil (jiwa
yang tidak normal), menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi
nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan
perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik dalam menggunakan metode
pendidikan bukan saja memperhatikan psikologisnya tetapi juga biologisnya.
Karena seseorang yang secara biologisnya cacat, maka secara psikologisnya dia
akan merasa tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa teman-temannya tidak
mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan memperhatikan yang demikian itu,
seorang pendidik harus jeli dan dapat membedakan kondisi jiwa peserta didik,
karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sama.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan metode
pendidikan, seorang pendidik di samping memperhatikan kondisi jasmani peserta
didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya. Sebab manusia pada
hakekatnya terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani, yang kedua-duanya
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode Pendidikan Islam
berupa sejumlah kekuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi, emosi,
minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal
(intelektualnya), sehingga seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan
potensi psikologis yang ada pada peserta didik.[10]
4. Dasar Sosiologis
Interaksi yang terjadi antara sesama siswa dan interaksi antara
guru dan siswa, merupakan interaksi timbale balik yang kedua belah pihak akan
saling memberikan dampak positif pada keduanya. Dalam kenyataan secara
sosiologi seorang individu dapat memberikan pengaruh pada lingkungan sosial
masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu guru sebagai pendidik
dalam berinteraksi dengan siswanya hendaklah memberikan teladan dalam proses
sosialisasi dengan pihak lainnya, seperti dikala berinteraksi dengan siswa,
sesama guru, kepala sekolah dan karyawan.
Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta didik
dikala berada di lingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang interaksi dari
masyarakat tersebut, berpengaruh pula terhadap lingkungan kelas dan sekolah.[11]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dasar sosiologis adalah salah
satu dasar dalam metode Pendidikan Islam. Dari dasar sosiologis inilah pendidik
diharapkan dapat menggunakan metode Pendidikan Islam yang sesuai dengan tujuan
pendidikan itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan metode
Pendidikan Islam harus dijalankan atas dasar agama, biologis, psikologis dan
sosiologis, sehingga dari keempat dasar tersebut metode Pendidikan Islam akan
berjalan dengan baik dan tercapailah tujuan pendidikan tersebut.
BAB III
ANALISIS FILOSOFIS
ANALISIS FILOSOFIS
A. Analisi Filosofis tentang Metode Pendidikan
Dalam kajian filsafat, ontologi, epistemologi,
dan aksiologi merupakan tiga sub sistem dari filsafat. Ontologi merupakan teori
tentang ”ada”, yaitu tentang apa hakikat sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi
objek pemikiran. Epistemologi merupakan teori pengetahuan, yaitu membahas
tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin
dipikirkan. Sementara aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas
tentang manfaat, kegunaan atau fungsi dari objek yang dipikirkan. Dengan gambaran
sederhana dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dipikirkan (ontologi),
lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil
pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
Pendidikan juga merupakan suatu sistem yang
terdiri dari beberapa komponen. Salah satu komponen penting dalam sistem
pendidikan adalah metode. Secara sederhana dapat dipahami bahwa metode dalam
pendidikan adalah cara yang digunakan untuk mewujudkan suatu tujuan yang
diinginkan. Dengan demikian ada kaitan yang erat antara epistemologi dengan
metode, bahkan dengan metodologi.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas tentang sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan.
Metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari
prosedur/cara-cara mengetahui sesuatu. Sedangkan metode adalah suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Jadi,
jika metode bicara tentang prosedur sesuatu maka metodologilah yang merangkai
secara konseptual tentang prosedur tersebut.
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa jika
diurutkan, epistemologi merupakan bagian dari filsafat, metodologi bagian dari
epistemologi, dan metode merupakan bagian dari metodologi.[12]
Metode pendidikan Islam bersumber pada QS. An-Nahl 125 yaitu:
“serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl:
125)
Menurut
al-Qurtubi, turunnya ayat ini di Mekkah ketika Rasulullah Saw di perintahkan
untuk menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Allah memerintahkan mereka kepada
agama Allah dan menjalankan Syari’at-Nya dengan penuh hikmah, mau’izhah
hasanah dan mujadalah dengan cara terbaik. Pola ini di duga akan
mendorong mereka beriman.
Ayat ini secara jelas menunjukan bahwa ada beberapa
alternatif dalam menggunakan metode hikmah, mau’izhah hasana, dan mujadalah.
Metode tersebut dapat digunakan sesuai kondisi yang paling tepat guna menunjang
keberhasilan proses mendidik umat. Al-Fakhr Al-Raji menyatakan, ”ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengajak
manusia (kepada jalan Allah) dengan salah satu dari ketiga metodologi ini,
yakni dengan hikmah, mau’izhah hasanah, dan mujadalah dengan cara terbaik.
Dari ayat ini pula Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan
beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan Islam. Menurutnya, metode
yang dianggap paling penting dan paling menonjol adalah sebagai berikut:
1. metode dialog Qur’ani dan Nabawi, meliputi dialog khithabi dan ta’abbudi,
dialog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif, dan dialog nabawi.
Hiwar(dialog) adalah percakapan silih berganti antara dia pihak atau
lebihmelalui tanya jawab atau mengenai satu topik yang mengarah pada satu
tujuan. Hiwar Qur’ani merupakan dialog yang berlangsung abtara Allah dan
hambanya. Sedangkan hiwar nabawi adalah dialog yang di gunakan nabi dalam
mendidik sahabatnya.[13]
2. mendidik melalui kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi.
Dalam pendidikan Islam kisah merupakan fungsi edukatif yang tidak dapat di
ganti dengan bentuk penyampaian lain dari bahasa. Hal ini disbabkan kisah
Qur’ani dan Nabawi memiliki beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai
sisi psikologisdan edukatif yang sempurna, rapi, dan jauh jangkauannya seiring
perjalanan zaman.[14]
3. mendidik melalui perumpamaan (amtsal) Qur’ani dan Nabawi.
Metode ini, disebut pula metode “amsal”
yakni cara mendidik dengan memberikan perumpamaan, sehingga mudah memahami
suatu konsep perumpamaan yang diungkapkan Al-qur’an memiliki tujuan psikologi
edukatif, yang ditunjukkan oleh kedalaman makna dan ketinggian maksudnya, Dampak edukatif dari perumpamaan Al-quran dan Nabawi diantaranya :
a. Memberikan kemudahan dalam
memahami suatu konsep yang abstrak, ini terjadi karena perumpamaan itu
mengambil benda sebagai contoh konkrit dalam Al-Quran.
b. Mempengaruhi emosi yang
sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan
ketuhanan.
c. Membina akal untuk
terbiasa berfikir secara valid pada analogis melalui penyebutan premis-premis.
d. Mampu
mencipatan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia.
Terdapat banyak ayat, dan hadist yang menggunakan metode ini, agar manusia
dapat mengambil pelajaran (ibrah) dan dapat timbul motivasi untuk berbuat baik
dan menjauhi perbuatan buruk. Seperti perumpamaan orang yang menginfakkan
hartanya di jalan Allah sperti orang yang menanam sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh tangkai, yang tiap tangkainya berisi seratus butir. (QS.
Al-Baqarah: 261)[15]
4. mendidik melalui keteladanan.
Metode
ini, disebut juga metode meniru yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran
dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik.
Dalam Al-qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik.
Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara
pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru
dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk
menciptakan akhlak al-mahmudah kepada
peserta didik.
Acuan dasar dalam
berakhlak al-mahmudah adalah Rosulullah dan para Nabi lainnya yang
merupakan suri tauladan bagi umatnya.seorang pendidik dalam berinteraksi dengan
anak didiknya akan menimbulkan respon tertentu baik positif maupun negatif,
seorang pendidik sama sekali tidak boleh bersikap otoriter, terlebih memaksa
anak didik dengan cara-cara yang merusak fitrohnya.
Nilai
edukatif keteladanan dalam dunia pendidikan adalah metode influitif yang paling
meyakinkan keberhasilannya dalammempersiapkan danmembentuk moral spriritual dan
sosial anak didik. Keteladanan itu ada dua macam :
a.
Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh
si terdidik.
b. Berperilaku
sesuaidengan nilai dan norma yang akan ditanamkan pada terdidik,sehingga tanpa
sengaja menjadi teladan bagi terdidik.[16]
5. mendidik melalui aplikasi dan perbuatan.
Salah satu mtode yang di gunakan oleh Rasolullah Saw dalam mendidik
sahabatnya adalah dengan latihan, yaitu memberikan kesempatan kepada sahabat
untuk mempraktikkan cara-cara melakukan ibadah beribadah secara berungkali.
Metode ini di perlukan oleh seorang pendidik untuk memberikan pemahaman dan
membentuk keterampilan peserta didik.
6. mendidik melalui ibrah dan mau’izhah hasanah
Metode ini disebut juga metode
“nasehat” yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik
memberi motivasi. Metode Ibrah atau mau’zhah (nasehat) sangat efektif dalam
pembentukan mana anak didik terhadap hakekat sesuatu,serta memotivasinya untuk
bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip islam.
Menurut Al-qur’an, metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar
peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka
seolah-olah tidak mau tau kebenaran tersebut terlebih melaksanakannnya.
Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada
umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditunjukkan kepada pribadi
tertentu.
7. mendidik melalui targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat
takut).
Metode
ini, disebut pula metode “ancaman” dan
atau “intimidasi” yagni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara
pendidik memberikan hukuman atas kesalahan yang dilakukan peserta didik.
Istilah targhib dan tarhib dalam al-qur’an dan as-sunnah berarti ancaman atau
intimidasi melalui hukuman yang disebabkan oleh suatu dosa kepada Allah dan Rosulnya.
jadi, iya juga dapat diartikan sebagai ancaman Allh melalui penonjo;an salah
satu sifat keagungan dan kekuatan illahiyah agar mereka(peserta didik)
teri9ngat untuk tidak melakukan kesalahan.
Ada
beberapa kelebihan yang palinh berkenaan dengan metode targhib dan tarhib inio
antara lain :
a.
Taghib dan tarhib bertumpu pada pemberian
kepuasan dan argumentasi.
b.
Targhib dan tarhip disertai gambaran keindahan
surgaynag menakjubkan atau pembebasan azab neraka.
c.
Targhib dan tarhib islami bertumpu pada
pengobatan emosa dan pembinaan efeksi ketuhanan.
d.
Targhib dan tarhib bertumpu pada pengontrolan
emosi dan keseimbangan antara keduanya.[17]
BAB IV
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Dari pembahasan di
atas dapat di simpulkan
1. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos
yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan. Sedangkan pendidikan Islam adalah sebuah proses dalam
membentuk manusia-manusia muslim yang mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya untuk mewujudkan dan merealisasikan tugas dan fungsinya sebagai
Khalifah Allah swt., baik kepada Tuhannya, sesama manusia, dan sesama makhluk
lainnya. Pendidikan yang dimksud selalu berdasarkan kepada ajaran Al Qur'an dan
Al Hadits.
Sumber pendidikan Islam itu meliputi dasar agama, psikologis,
psikologis, dan sosiologis
2. Al-Qur’an sebagai sumber utama agama Islam khususnya di dalam
pendidikan sudah menjelaskan metode yang sangat baik untuk di aplikasikan
kepada peserta didik yaitu dalam surah QS. An-Nahl: 125 yang memiliki 3 metode
a.
Metode
hikmah
b.
Metode
mau’izhah hasanah
c.
Metode
mujadalah
Dari metode ini Abdurrahman an nahlawi mengembangkannya menjadi
a.
metode dialog Qur’ani dan Nabawi, meliputi
dialog khithabi dan ta’abbudi, dialog deskriptif, dialog naratif, dialog argumentatif,
dan dialog nabawi.
b.
mendidik melalui kisah-kisah Qur’ani dan
Nabawi.
c.
mendidik melalui perumpamaan (amtsal) Qur’ani
dan Nabawi.
d.
mendidik melalui keteladanan.
e.
mendidik melalui aplikasi dan pengamalan.
f.
mendidik melalui ibrah dan nasehat dan.
g.
mendidik melalui targhib (membuat senang) dan
tarhib (membuat takut).
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Akhmad, Tafsir Pendidikan
Islam, Jakarta : Amp Press, 2014
An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat (Terj
Shihabuddin), Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Daradjat, Zakiyah, Dkk, Metode
Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Muhammad Qosim LA, 2012, “Analisis Filosofis Metoda Dan Alat Pendidikan
Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, Skripsi
Qonitah,M, “Konsep Metode Pendidikan Islam: Studi
Pemikiran Prof. Dr. HM Quraisy Shihab”, Skripsi, 2009, Surabaya: Tidak Di
Terbitkan.
Ramayulis, H, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
Rokib, Moh, Ilmu Pendidikan
Islam, Yogyakarta: Lkis Group, 2011
Ubhiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam II. Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997.
[1]
Akhmad Alim, “Tafsir Pendidikan Islam”, Jakarta : AMP Press, 2014, hlm
:89
[2]
Moh. Rokib, “Ilmu Pendidikan Islam”, Yogyakarta : Lkis Group, 2011, hlm:
89
[3]
Nur Ubhiyati, “Ilmu Pendidikan Islam II”,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997, hlm: 99
[4]
Akhmad Alim, “Tafsir Ayat Pendidikan Islam”, hlm: 92
[5]
M. Qonitah, 2009, “Konsep Metode Pendidikan Islam: studi pemikiran prof. dr.
HM Quraisy Shihab”, skripsi, Surabaya: tidak di terbitkan, hlm : 1
[6]
Akhmad Alim, “Tafsir Pendidikan Islam”, hlm :93
[7]
Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, Jakarta: Kalam Mulia, 2004,
hlm: 158
[8]
Akhmad Alim, “Tafsir Pendidikan Islam”, hlm: 94
[9]
Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, hlm 159
[10]
Ramayulis, “Ilmu Pendidikan Islam”, hlm: 160
[11] Zakiah Daradjat, dkk, “Metode
Khusus Pengajaran Agama Islam”, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm: 140.
[12] Muhammad Qosim LA, 2012, “Analisis Filosofis Metoda Dan
Alat Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, skripsi, hlm : 2
[13]
An-nahlawi, “pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat (trj.
Shihabudin), Jakarta: Gema Insani, 1995, hlm : 205-231
[14] Ibid,
“pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat (trj. Shihabudin), hlm:
239
[15]
Akhmad Alim, “Tafsir Pendidikan Islam”, Jakarta : AMP Press, 2014, hlm
:107
[17]
An-nahlawi, “pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat (trj.
Shihabudin), hlm: 295
Tidak ada komentar:
Posting Komentar