Assalamaialaikum,,,
Mau share contoh kamus Shorof neh tapi kamus ini cuma kamus istilah yang ada di dalam kitab "Amsilah tasrifiyyah" anak pondok pasti tau dong ya,,,,dulu waktu zaman kuliah ada pelajaran buat kaya beginian ^_^
yawdah biar cepet aja silahkan di pelajari sama-sama
Riwayat pengarang أمثلة التصريفية
Nama
lengkapnya, Muhammad Ma’shum bin Ali bin Abdul Jabbar Al-Maskumambani[1]. Lahir
di Maskumambang, Gresik, tepatnya di sebuah pondok yang didirikan oleh sang
kakek.
Setelah
belajar pada ayahnya, Ma’shum muda pergi menuntut ilmu di Pesantren Tebuireng
Jombang. Ia termasuk salah satu santri generasi awal Hadratus Syeikh Hasyim
Asy’ari. Pada masa itu, selain dituntut untuk belajar, para santri juga
diharuskan ikut berjuang melawan penjajah. Kedatangannya ke Tebuireng disusul
oleh adik kandungnya, Adlan Ali -kelak atas inisiatif Hadratus Syeikh, Kiai
Adlan mendirikan pondok putri Wali Songo Cukir.
Bertahun-tahun
lamanya pemuda Ma’shum mengabdi di Tebuireng. kemampuannya dalam segala bidang
ilmu, terutama bidang falak, hisab, sharaf, dan nahwu, membuat Hadratus Syeikh
tertarik untuk menikahkan dengan putrinya, Khairiyah. Mendirikan Pondok Seblak
adalah sebuah nama dusun yang terletak sekitar 300 m sebelah barat Tebuireng.
Penduduk Seblak kala itu masih banyak yang melakukan kemungkaran, seperti
halnya warga Tebuireng sebelum kedatangan Hadratus Syeikh. Melihat kondisi ini,
Kiai Ma’shum merasa terpanggil untuk menyadarkan masyarakat setempat dan mengenalkan
Islam secara perlahan.
Jerih
payahnya diridhai Allah SWT. Pada tahun 1913, ketika usianya baru 26 tahun,
beliau mendirikan sebuah rumah sederhana yang terbuat dari bambu. Seiring
berjalannya waktu, di sekitar rumah tersebut kemudian didirikan pondok dan
masjid, yang berkembang cukup pesat.
Meski
sudah berhasil mendirikan pondok, Kiai Ma’shum tetap istiqamah mengajar di
madrasah Salafiyah Syafiiyah Tebuireng, membantu Hadratus Syeikh mendidik
santri. Pada tahun berikutnya, beliau diangkat menjadi Mufattis
(Pengawas) di Madrasah tersebut.
Karya
Pena
Meskipun
jumlah karyanya tak sebanyak Hadratus Syeikh, akan tetapi hampir semua kitab
karangannya sangat monumental. Bahkan, banyak orang yang lebih mengenal
kitab karangannya dibanding pengarangnya. Ada empat kitab karya beliau;
1. Al-Amtsilah
At-Tashrifiyyah. Kitab ini menerangkan ilmu sharaf. Susunannya
sistematis, sehingga mudah difaham dan dihafal. Lembaga-lembaga pendidikan
Islam, baik di Indonesia atau di luar negeri, banyak yang menjadikan kitab ini
sebagai rujukan. Kitab ini bahkan menjadi menjadi pegangan wajib di setiap
pesantren salaf. Ada yang menjulukinya kitab ”Tasrifan Jombang”. Kitab yang
terdiri dari 60 halaman ini, telah diterbitkan oleh banyak penerbit,
diantaranya Penerbit Salim Nabhan Surabaya. Pada halaman pertamanya tertera
sambutan berbahasa Arab dari (mantan) menteri Agama RI, KH. Saifuddin Zuhri.
2. Fathul
Qadir. Konon, ini adalah kitab pertama di Nusantara yang menerangkan
ukuran dan takaran Arab dalam bahasa Indonesia. Diterbitkan pada tahun 1920-an,
kitab ini diterbitkan oleh penerbit Salim Nabhan Surabaya dengan Halaman
yang tipis tapi lengkap. Kitab ini banyak dijumpai di pasaran.
3.
Ad-Durus Al-Falakiyah. Meskipun banyak orang yang beranggapan bahwa
ilmu falak itu rumit, tetapi bagi orang yang mempelajari kitab ini akan
berkesan ”mudah”, karena disusun secara sistematis dan konseptual. Di dalamnya
termuat ilmu hitung, logaritma, almanak Masehi dan Hijriyah, posisi Matahari,
dll. Kitab yang diterbitkan oleh Salim Nabhan Surabaya tahun 1375 H ini,
terdiri dari tiga juz dalam satu jilid dengan jumlah 109 halaman.
4. Badi’atul
Mitsal. Kitab ini juga menerangkan perihal ilmu falak. Beliau
berpatokan bahwa yang menjadi pusat peredaran alam semesta bukanlah Matahari
sebagaimana teori yang datang kemudian, melainkan Bumi. Sedangkan Matahari,
planet dan bintang yang jumlahnya sekian banyaknya, berjalan mengelilingi Bumi.
Petunjuk Penggunaan Kamus
Kamus istilah
ini di susun dengan menggunakan metode Nidzam al-Alfaba’i al-Khas[1]
(sistem alfabetis khusus)
Sistem
alfabetis khusus adalah sistem penyusunan kamus lafadz yang diperkenalkan oleh
Abu Bakar Bib Duraid (233-321 H.) memulai kamusnya yang berjudul Jamharah
al-Lughah atau yang lebih dikenal dengan kamus al-Jamharah. Yang
dimaksud dengan sistem alfabetis khusus adalah sistem penyusunan urutan
kata-kata dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyah yang telah
disusun oleh Nashr Bin Ashim, yaitu urutan huruf sejak alif, ba, ta, tsa,
dan seterusnya hingga huruf ya seperti yang kita kenal saat ini. Urutan
alfabetis ini dianggap lebih mudah dan lebih popular di kalangan masyarakat,
berbeda dengan urutan huruf yang berdasarkan makharij al-huruf yang
hanya dikenal oleh orang-orang tertentu yang mengerti tentang ilmu qiraat
(ilmu tajwid).
Ada dua faktor yang
melatarbelakangi Ibnu Duraid menyusun kamus sistem alfabai khas ini,
yaitu: pertama, kesulitan dalam mencari makna kata dalam kamus yang
menggunakan system fonetik seperti kamus al-‘Ain karya Khalil dan
kamus-kamus lain yang beredar saat itu. Kesulitan tersebut banyak dialami
masyarakat yang tidak mengenal urutan huruf yang berdasarkan makhraj.
Selain itu, beberapa kamus bersistem fonetik dianggap tidak konsisten dengan
urutan huruf yang bersistem fonetik. Kedua, susunan huruf hijaiyah
yang berhasil disusun oleh Nashr Bin Ashim, telah popular dikalangan
masyarakat. Apalagi urutan huruf hijaiyah itu didukung oleh pemerintah
dan diakui oleh ulama dan masyarakat sebagai system baku dalam penyusunan
buku-buku islami selain kamus bahasa.
أمثلة
|
تعريف
|
اصطلاح
|
أ
|
||
صَانَ-يَصُوْنُ
|
kalimat yang ‘ain
fi’ilnya berupa wawu.
|
أَجْوَفُ
وَاوِي
|
هَابَ-يَهَابُ-هَيْبَةً
|
Kalimat yang ‘ain
fi’ilnya berupa ya.
|
أَجْوَفُ
يَائِي
|
مِنْصَرٌ
|
Isim yang
menunjukkan alatnya berbuat.
|
اِسْمُ
الأَلَةِ
|
مَنْصَرٌ
|
Isim yang
menunjukkan waktu terjadinya pekerjaan atau peristiwa.
|
اِسْمُ
الزَمَانِ
|
مَنْصَرٌ
|
Isim yang
menunjukkan tempat terjadinya pekerjaan atau peristiwa.
|
اِسْمُ
المَكَانِ
|
هَذَا
الكِتَابُ
|
Kalimat yang menunjukkan perkara tertentu (muayyan) dengan
perantaraan isyaroh yang bisa dilihat oleh mata (hissiyah) seperti tangan dan
l’ainnya atau dengan isyaroh yang tidak bisa dilihat oleh mata seperti
pengertian atau pemahaman (ma’nawiyah)
|
اِسْمٌ إِشَارَةٌ
|
هُوَ
أَحْمَدُ
|
Kata kinayah atau kata ganti isim dhohir yang berkedudukan
sebagai pihak kesatu (takallum), kedua (khitob), atau ketiga (ghoib) yang
berfungsi untuk menolak keserupaan (dhomir munfashil) atau untuk menolak keserupaan
serta meringkas kalam (dhomir muttashil)
|
اِسْمٌ ضَمِيْرٌ
|
نَاصِرٌ
|
Isim yang
dicetak untuk menunjukkan orang/ sesuatu yang melakukan pekerjaan/peristiwa.
|
اِسْمُ
الفَاعِلِ
|
كَفَرَ
|
Kata dasarnya fi’il
|
أَصْلُ الْفِعْلِ
|
مَنْصُوْرٌ
|
isim yang
dicetak untuk menunjukkan orang/sesuatu yang kejatuhan perbuatannya fail
|
اِسْمُ
المَفْعُوْلِ
|
ت
|
||
فَعَلَ - يَفْعُلُ- فَعْلاً
|
Suatu ilmu yang membahas tentang perubahan kalimat dari satu
shigot ke shigot yang l’ain yang berbeda-beda untuk mencapai ma’na yang
dikehendaki.
|
تَصْرِيْفٌ إِصْطِلاَحِيٌ
|
فَعَلَ فَعَلَا فَعَلُوا
|
Perubahan bentuk kalimat ke bentuk l’ain dengan memperhatikan
mufrod, tasniyah dan jama’ serta memperhatikan mudzakar, mu’anats, dan ghoib,
khitob, serta takallumnya
|
تَصْرِيْفٌ لُغِوِيٌ
|
ث
|
||
فَتَحَ
|
Kalimat yang fi’il
madhinya terdiri dari tiga huruf.
|
ثُلاَثِى
مُجَرِّد
|
ر
|
||
دَحْرَجَ
|
Kalimat fi’il yang madhinya terdiri dari 4 huruf asal dan bebas
dari huruf tambahan
|
رُبَاعِي مُجَرَّد
|
حَوْقَلَ
|
Kalimat yang fi’il madhinya terdiri dari 4 huruf, yang 3 berupa
huruf asal dan yang 1berupa huruf ilhaq, yaitu huruf yang ditambahkan dalam
suatu kalimat agar sama dengan kalimat l’ain dalam bilangan huruf, jenis
harokat dan sukunnya serta sama dalam semua tashrifnya.
|
رُبَاعِي مُلْحَق
|
ص
|
||
ضَرَبَ
|
Kalimah yang fa
fi’il, ‘‘ain fi’il, dan lam fi’ilnya tidak berupa hamzah dan tidak berupa
huruf illat (wawu, alif, ya).
|
صَحِيْحٌ
|
حَسَنُ
|
Isim sifat yang dicetak dari fi’il lazim yang menunjukkan makna
yang senantiasa ada (tsubut) pada mausuf
|
صِفَةٌ مُشَبِّهَةٌ
|
مَسَاجِدُ، مَسَاجِيْدُ
|
Shighot jama’ taktsir yang memuat alif taktsir yang mana setelah
alif taktsir terdapat dua huruf atau tiga huruf dan yang tengah mati
|
صِيْغَةُ مُنْتَهَى الجُمُوْعِ
|
ض
|
||
هُ ، هُمَا
|
Dhomir yang tidak bisa dibuat permulaan dan tidak
bisa jatuh setelah lafadz إلا
|
ضَمِيْرٌ مُتَّصِلٌ
|
ضَرَبْتُ
|
Dhomir yang berkedudukan sebagai pelaku
|
ضَمِيْرُ مَحَلِ رَفَعٍ
|
هُوَ،
هُمَا
|
Dhomir yang tidak bisa dibuat permulaan dan tidak bisa jatuh
setelahnya إلا
|
ضَمِيْرٌ مُنْفَصِلٌ
|
ف
|
||
فَرَّحَ زَيْدٌ عَمْرًا
|
Pelaku pekerjaan
|
فَاعِلٌ
|
نَصَرَ
|
Kalimat yang menunjukkan arti pekerjaan
|
فِعْلٌ
|
عَلَمَ
|
Kalimat yang
menunjukkan pekerjaan atau peristiwa pada waktu lampau
|
فِعْلُ
الماضِى
|
اُنْصُرْ
|
Kalimat yang
menunjukkan pekerjaan yang diperintahkan
|
فِعْلُ
الأَمْرِ
|
لاَ
تَنْصُرْ
|
Kalimat yang
menunjukkan pekerjaan yang dilarang.
|
فِعْلُ
النَهْىِ
|
نَصَرَ، اجْتَمَعَ
|
fi’il madhi yang awalnya berharokat fathah atau huruf yang
pertama kali berharokat menyandang harokat fathah
|
فِعْل مَاض مَبْنِي الفَاعِل
|
نُصِرَ، اجْتُمِعَ
|
Fi’il madhi yang huruf pertamanya berharokat dhommah dan huruf
sebelum akhir berharokat kasroh atau huruf yang pertama kali berharokat
menyandang harokat fathah dan huruf sebelum akhir juga menyandang harokat
kasroh
|
فِعْل مَاض مَبْنِي المَفْعُوْل
|
يَنْصُرُ
|
Kalimat fi’il yang mendapat tambahan sala satu dari huruf
mudhoro’ah (hamzah. nun, ya, ta)
|
فِعْلُ المُضَارِعِ
|
يَضْرِبُ، يُدَخْرِجُ
|
Fi’il mudhori’ yang huruf mudhoro’ahnya dibaca fathah bila fi’il
madhinya terdiri dari tiga huruf. Dan huruf mudhoro’ahnya dibaca dhommah dan
huruf sebelu akhir dibaca kasroh jika fi’il madhinya terdiri dari empat huruf
|
فِعْل مُضَارِع مَبْنِي الفَاعِل
|
يُضْرَبُ، يُدخْرَجُ
|
Fi’il mudhori’ yang huruf mudhoro’ahnya dibaca dhommah dan huruf sebelum akhir dibaca fathah
|
فِعْل مُضَارِع مَبْنِي الَمفْعُوْل
|
ل
|
||
تمَاَرَضَ زَيْدُ
|
Menunjukkan arti fail menampakkan sesuatu
(asal fi’il) akan tetapi tidak sesuai dengan sebenarnya
|
لِإِظْهَارِ مَا لَيْسَ فِي الْوَاقِعِ
|
تَبَنَّيْتُ يُوْسُفَ
|
Mengambilnya fail pada maful untuk
dijadikan asal fail
|
لاِتِّخَاذِ الْفَاعِلِ أَصْلَ الْفِعْلِ
مَفْعُوْلًا
|
خَيَّمَ الْقَوْمُ
|
Menunjukkan arti mencetak kalimat fi’il dari kalimat isim yang
menunjukkan arti perbuatan.
|
لاِتِّخَاذِ الْفِعْلِ مِنَ الاِسْمِ
|
سَارَ
|
Kalimat yang tidak membutuhkan objek
|
لاَزِم
|
تَسَامَى = سَمَا
|
Menunjukkan arti sama dengan arti
mujarrodnya
|
لِتَأْدِيَةِ مَعْنَى مُجَرَّد
|
قَشَّرَ زَيْدٌ اَلرُّمَّانَ
|
Menunjukkan arti fail menghilangkan asal fi’il dari maf’ul.
|
لِسَلْبِ أَصْلِ الْفِعْلِ مِنَ الْمَفْعُوْلِ
|
خَشِيَ
|
Kalimat yang
fa fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf
illat
|
لَفِيْف
مَفْرُوْق
|
وَجِيَ
|
Kalimat yang ‘ain
fi’il dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.
|
لَفِيْف
مَقْرُوْن
|
اَعْرَقَ عَمْرٌو
|
Menunjukkan arti menujunya fail pada suatu tempat
|
لِقَصْدِ الْمَكَانِ
|
اسْتَخْجَرَ الطِّيْنُ
|
Berubah atau pindahnya fail pada asal fi’il
|
للِتَّحَوُّلِ
|
تَشَيْطَنَ عَمْرٌو
|
Menyerup’ainya fail terhadap asal fi’il
|
للِتَّشْبِيْهِ لِأَصْلِ الفِعْلِ
|
فَرَّحَ زَيْدٌ عَمْرًا
|
Membutuhkannya fi’il pada maf’ul
|
للِتَّعْدِيَةِ
|
أَباَعَ الثَّوْبَ
|
Menawarkan sesuatu (fail menawarkan maf’ul untuk diberi hukum asal fi’il)
|
للِتَّعْرِيْضِ
|
تَشَجَّعَ زَبْدٌ
|
Kesungguhan fail dalam usaha (asal fi’il)
supaya berhasil
|
للِتَّكَلُّفِ
|
اَحْصَدَ الزَّرْعَ
|
Datangnya suatu masa yang mana fail harus
berhubungan dengan asal fi’il
|
لِلْحَيْنُوْنَةِ
|
أَمْسَى الْمُسَافِرُ
|
Menunjukkan arti masuknya fail pada suatu waktu
|
للِدُّخُولِ فِي الشَيْءِ
|
قَطَّعَ زَيْدٌ اَلْحَبْلَ
|
Menunjukkan makna memperbanyak
|
للِدِّلاَلَةِ عَلَى التَّكْثِيْرِ
|
تَجَرَّعَ زَيْدٌ
|
Menunjukkan arti hasilnya asal fi’il
dalam satu tahap setelah tahap yang l’ain (bertahap)
|
للِدِّلالِةِ على حُصُوْلِ أَصْلِ الفِعْلِ
مَرَّةً بَعْدَ أُخْرَى
|
احْمَرَّ البُسْرُ
|
Menunjukan arti masuknya fail pada sautu sifat (asal fi’il)
|
للِدِّلاَلَةِ عَلَى دُخُوْلِ فِي الصِّفَةِ
|
تَذَمَّمَ زَيْدٌ
|
Menunjukkan arti fail menjauhi suatu
perbuatan (asal fi’il)
|
للِدِّلاَلَةِ على مُجَانَبَةِ الفِعْلِ
|
أَقْفَرَ الْبَلَدُ
|
Berubahnya fail menjadi asal fi’il
|
للِصَّيْرُوْرَةِ
|
تَعَجَّلَ الشَّيْئُ
|
Mencari, fail mancari asal fi’il dari
maful
|
للِطَّلَبِ
|
اَشْغَلْتُ عَمْرًا
|
Menunjukkan arti melebih-lebihkan fi’il
|
لِلْمُبَالَغَةِ
|
ضَارَبَ زَيْدٌ عَمْرًا
|
Menunjukkan arti persekutuan antara dua orang dalam melakukan
sesuatu.
|
لِلْمُشَاركَةِ بَيْنَ اثْنِيْنِ
|
تَصَالَحَ الْقَوْمُ
|
Menunjukkan makna persekutuan antara dua
orang atau lebih dalam melakukan sesuatu
|
لِلْمُشَارَكَةِ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَأَكْثَرْ
|
جلْبَبْتُ زَيْدًا فتجَلْببَ
|
Menunjukkan arti muthowa’ah dari lafad yang ilhaq (disamakan)
|
لِلْمُطَاوَعَةِ مُلْحَق
|
تَوَارَدَ اْلقَوْمُ
|
Menunjukkan arti jatuhnya atau terjadinya
sesuatu (asal fi’il) secara bertahap
|
لِلْوُقُوْعِ تَدْرِيْجًا
|
بَاعَدْتُهُ فَتَبَاعَدَ
|
Berhasilnya kesan tatkala mutaadi
berhubungan dengan mafulnya
|
لِمُطَاوَعَةٍ
|
كَفَّرَ زَيْدٌ عَمْرًا
|
Menunjukkan arti menisbatkan maf’ul pada asal fi’il / memberi
hukuman maf’ul dengan asal fi’il / menyebut (memanggil) maf’ul denagn asal
fi’il
|
لِنِسْبَةِ الْمَفْعُوْلِ إِلَى أَصْلِ
الْفِعْلِ
|
أَعْظَمْتُهُ
|
Menunjukkan arti menemukan sesuatu (maf’ul) dalam suatu sifat
|
لِوِجْدَانِ الشَّيْئ فَي الصِّفَاتِ
|
اَثْمَرَ الطَّلْحُ
|
Menunjukkan arti wujudnya sesuatu pada fail, yang mana fi’il
dicetak dari asal fi’il tersebut
|
لِوُجُوْدِ مَاشْتُقَّ مِنْهُ الْفِعْلُ فِي
الْفَاعِلِ
|
م
|
||
نَصَرَ
|
Kalimat yang membutuhkan objek
|
مُتَعَدِّي
|
وَضَعَ
|
Kalimat yang
fa fi’ilnya berupa wawi.
|
مِثَالُ
وَاوِي
|
يَفَعَ
|
Kalimat yang
fa fi’ilny aberupa ya.
|
مِثَالُ
يَائِي
|
مَنْصَرَا
|
Masdar yang
dimulai dengan mim tambahan.
|
مَصْدَرُ
المِيْمِ
|
نَصْرًا
|
kalimat yang
menunjukkan pekerjaan atau peristiwa yang tidak disertai waktu.
|
مَصْدَرُ
غَيْر المِيْمِ
|
مَدَّ
|
Kalimat yang ‘ain
fi’il dan lam fi’il hurufnya sama.
|
مُضَاعَفٌ
|
فَرَّحَ زَيْدٌ عَمْرًا
|
Yang dikenai pekerjaan (objek)
|
مَفْعُوْلٌ
|
أَدَمَ-لَؤُمَ-نَشَاءَ
|
Kalimat yang ‘ain,
fa dan lam fi’ilnya berupa hamzah.
|
مَهْمُوْزٌ
|
وَأَدَ
|
Kalimat fi’il yang ‘ain fi’ilnya berupa hamzah
|
مَهْمُوزُ عَيْنِ
|
أَمَلَ
|
Kalimat yang fa
fi’ilnya berupa hamzah.
|
مَهْمُوْز
فَاءِ
|
بَرِئَ
|
Kalimat fi’il yang lam fi’ilnya berupa hamzah
|
مَهْمُوْزُ لاَمِ
|
مَنْصُوْرٌ
|
Kalimat yang tidak mengumpulakan huruf fa, ‘ain, dan lam secara
berurutan.
|
مَوْزُوْنٌ
|
ن
|
||
غَزَا
|
kalimat yang
lam fi’ilnya berupa wawu.
|
نَاقِص
وَاوِي
|
خَشِيَ
|
Kalimat yang
lam fi’ilnya berupa ya
|
نَاقِص
يَائِ
|
يَقُوْمَنَّ
|
Nun yang bertasydid dan berharokat fathah yang berfungsi untuk
meyakinkan makna
|
نُونُ التَّوْكِيْدِ الثَّقِيْلَةِ
|
يَقُوْمَنْ
|
Nun mati yang berfungsi untuk meyakinkan makna
|
نُونُ التَّوْكِيْدِ الخَفِيْفَةِ
|
و
|
||
فَعَلَ
|
Kalimat yang mengumpulkan huruf fa, ‘ain, dan lam secara
berurutan.
|
وَزْنٌ
|
ه
|
||
أَكْرَمَ
|
Hamzah yang
di baca ketika berada di awal dan di tengah kalimat
|
هَمْزَةُ القَطْعِ
|
اِجْتَمَعَ
|
Hamzah yang
hanya di baca di awal kalimat dan di tengah kalimat tidak di baca
|
هَمْزَةُ الوَصْلِ
|
[1] Di ambil dari makalah “PERTUMBUHAN LEKSIKOGRAFI BAHASA ARAB (Sebuah Kajian Historis-Deskriptif) Muhyiddin”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar