Selasa, 19 April 2011

Pesan orang-orang sufi

Memelihara lima perkara
Pada suatu hari, seorang laki-laki datang menemui fudhail bin Iyadh, seorang uama masa lalu yang terkemuka. Orang itu meminta nasihat, dan Fudhail memberinya lima perkara:
Pertama : apabila kamu ditimpa musibah, maka katakanlah kepada dirimu sendiri: ‘ini adalah takdir ilahi yang harus saya terima!’
Kedua :”Perihalahlah lidahmu, agar manusia lepas dari gemgamanmu. Kamu terhindar dari perbuatan yang menyakitkanhati orang lain, dan terlepas pula dari siksa ilahi.
Ketiga : “Apapun rizki yang diberikan Tuhan kepadamu, terimalah dengan perasaan syukur, ridha dan iman.”
Keempat : “Selalu ingat kepada mati, sehingga tatkala kamu menghembuskan nafas yang terakhir, hendaknya dalam keadaan tidak lalai.”
Kelima : “Senantiasa ingat kepada alloh, dimana saja, agar kamu tidak terjerumus dalam lembah kesesatan.”
Pesan lukman kepada Al-Hakim
Lukman Al-Hakim mengatakan kepada putranya, “Wahai anakku, mendekatlah kepada para ulama, rapatkan tubuh-mu kepada mereka. Janganlah kau membantah mereka, sikap itu menjadikan mereka membencimu. Pergunaknlah harta dengan batas cukup saja dan sedekahkan apa yang lebih demi kepentingan akhiratmu. Namun janganlah kau membuang harta keduniaan itu seluruhnya, dimana kau akan berakhir menjadi beban orang lain.”
“(Wahai anakku) puasalah sebatas yang bisa mengurangi syahwatmu, namun puasa itu jangan sampai menggangu salatmu, sebab solat lebih penting dari puasa. Jangan sekali-sekali duduk bersama orang bodohdan jangan berbaur bersama dengan orang yang bermuka dua.”
“ Wahai anakku janganlah kau tertawa dengan tanpa adanya sesuatu yang menarik pehatianmu, jangan pula berjalan kaki dengan tanpa ada suatu kepentingan, jangan bertanya apapun yang tidak memberi manfaat kepadamu,janagn kau sia-siakan hartamu apalagi jika kau malah mendukung banyak-nya herta orang lain. Ketahuilah anakku, hartamu adalah apa yang kamu sedekahkan, sedangkan harta orang lain adalah apa yang kau biarkan disisimu itu.”
“Wahai anakku, barang siapa mengasihani oarang lain, maka ia akan dikasihani orang lain pula. Dan barng siapa yang memperbanyak diam, ia akan selamat. Dan barang siapa mengucapkan sebuah kebajikan, ia akan memperoleh pahala banyak. Dan barang siapa yang jelek ucapannya, ia akan menanggung dosa. Dan barang siapa yang tidak bisa menahan ucapannya dari perkara buruk, ia akan menyesal pada akhirnya.”
Abu nawas lebih kaya dari Tuhan
Abu nawas adalah seorang tokoh terkenal yang hidup di jaman kholifah Harun Ar-Rasyid.
Suatu hari, Abu nawas berdiri dihadapan orang banyak sambil berkata dengan lantang, “ Dengan ini aku umumkan bahwa aku, adalah orang yang benci kepada perbuatan yang haq, sangat suka terhadap fitnah, dan aku lebih kaya dari tuhan.”
Seketika masyarakatpun menjadi gempar. Mereka mengancam perkataan Abu nawas yang dapat membahayakan akidah itu. Beramai-ramai mereka melaporkan ini kepada khalifah. Abu nawas pun ditangkap dan di hadapkan langsung kepada khalifah Harun Ar-Rasyid.
“Wahai Abu nawas, mengapa engkau selalu buat yang aneh-aneh cendrung berahaya? Saya dengar kali ini engkau bilang benci kepada yang haq. Betulkah itu?” Tanya khalifah.
“Benar Baginda” jawab Abu nawas dengan enteng. “Malah bukan hanya saya, Baginda pun mungkin demikian!”
“Apa?” tukas khalifah tak mengerti apa yang dimaksud Abu nawas. “Aku benci kepada perkara yang haq? Buktikan tuduhanmu itu!” lanjut khalifah Harun Ar-Rasyid dengan muka memerah. Untung beliau masih dapat menahan diri.
Dengan perasaan tanpa bersalah, Abu nawas menjelaskan, “Bukankah kita semua yakin bahwa  kematian dan neraka itu adalah haq? Benar adanya. Sebagaimana saya juga, Baginda tentunya sangat benci kepada kematian dan neraka. Benarkah, Tuanku?”
Khalifah Harun Ar-Rasyid tercenung, dalam hatinya mengakui perkataan Abu Nawas. Namun beberapa saat kemudian, beliau berkata dengan nada marah, “Tapi mengapa engkau berkata juga bahwa engkau menyenangi pada fitnah? Perkataanmu itu benar-benar dapat merusak ketentraman masyarakat!”
“Paduka sbaiknya jangan terburu-buru emosi. Sekarang hamba harus mengatakan yang sebenarnya. Bahkan yang menyukai fitnah bukan hanya saya, tetapi Baginda juga demikian!” sahut Abu Nawas tenang.
“Hah!? Apakah engkau sadar dengan apa yang telah engkau katakan wahau Abu Nawas? Aku menyukai fitnah? Ini adalah keterlaluan!” damprat khlaifah.
“tuanku yang mulia, izinkan hamba menjelaskan kenyataan ini. Bahkan allah mengatakan dala Al-Qur’an bahwa anak dan harta adalah fitnah? Bahkan Baginda sangat menyukai harta dan anak?” kata Abu Nawas.
Lagi-lagi khalifah Harun Ar-Rosyid dibuat mati kutu. Beliau bener-benar terpojok dengan mulut terkunci. Beliau berusah menahan perasaan. Kemudian khalifah menjawab, “Baiklah, hal itu saya akui kebenarannya. Namun mengapa engkau juga berkata bahwa engkau lebih kaya dari Tuhan? tentu saja perkataan tersebut isa membuat engkau murtad!”
“Sabarlah, Baginda. Perhatikan penjelasan hamba,” jawab Abu Nawas dengan tersenyum. “ Hamba mengatakan bahwa hamba lebih kaya dari Tuhan, karna ada benarnya. Hamba memiliki banyak anak, tetapi Tuhan yidak beranak sama sekali. Bukankah hamba lebih kaya dari tuhan?”
kali ini terpaksa khlifah Harun Ar-Rasyid tersenyum. Beliau lantas bertanya, “jadi apa maksud tuan manyatakan hal-hal yang menghebohkan itu?”
“Maksud hamba hanya mengingatkan Baginda agar selali ingat mati dan ingat neraka, agar tidak terlena oleh harta dan keluarga serta agar Baginda tidak berhenti memberikan pengertian kepada rakyat tentang keesaan Allah SWT,” jawab Abu Nawas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar