Rabu, 04 Mei 2011

filsafat Ilmu


PENDAHULUAN
    Nilai merupakan tema baru dalam filsafat, yakni aksiologi. Cabang filsafat yang mempelajarinya muncul untuk pertama kali pada paroh kedua abad ke-19. adalah benar bahwa telah mengilhmi lebih daripada seorang filsuf, bahkan plato telah membahasnya secara mendalam dalam karyanya dan bahwa keindahan, kebaikan , dan kekudusan merupakan tema yang penting bagi para pemikir di sepanjang jaman.

    Sementara itu, minat untuk mempelajari keindahan belum menghilang sama sekali, keindahan sebagamana yang nampak dewasa ini sebagai salah satu perwujudan dari cara pandang yang khas terhadap dunia, yakni sebuah cara yang disebut dengan nila. Penemuan ini merupakan salah satu yang terprnting dalam filsafat dewasa, dan secara mendasar mengandung arti pembedaan antara ada (being) dengan nilai (value). Jadi, kita katakan bahwa nilai itu tidak untuk dirinya sendir, setidak-tidaknya di dunia ini ia memburuhkan pengemban untuk berada.  

Ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa latin sciantia dari benuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjukan pada segenap pengetahuan sistematik. Dalam bahasa jerman wissenschaft.

The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai yang ingin dimengerti manusia.Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Peranan individu inilah yang menonjol dalam kemajuan ilmu. Tahap-tahap pertama pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan ujung perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia dan menguasai mereka.ilmu juga menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan kata lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai ujuan hidupnya, namun bahkan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri.

PEMBAHASAN
A.Makna dari Nilai dan Ilmu

Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam sebagaimana adaannya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya: Untuk apa sebenarnya ilmu itu digunakan? Dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan? Kearah mana perkembangan keilmuan harus diarahkan? Pertanyaan semacam ini jels tidak urgensi bagi ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, dan ilmuwan seangkatannya; namun bagi ilmuwan yang hidup dalam abad kedua puluh yang telah mengalami dua kali perang dan hidup dalam kekhawatiran perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan ini tak dapat dikelak kan. Dan untuk menjawab pertanyaan ini maka ilmuan berpaling kepada hakikat moral.

Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kemestaan alam dan menemukan bahwa " bumi yang berputar mengelilingi matahari " dan bukan sebaliknya seperti apa yang dinyatakan oleh ajaran agama, maka timbullah interaksi anara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi pada metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya, sedangkan dipihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan pada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran diluar bidang keilmuan diantaranya agama. Timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik ini yang berkulminasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1633. galileo (1564-1642), oleh pengadilan agama tersebut, dipaksa untuk mencabut pernyataannya bahwa bumi mengelilingi matahari.

Pengadilan inkuisisi Galileo ini selama kurang lebih dua tahun setengah abad mempengaruhi proses perkembangan berfikir di Eropa, yang pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang ingin terbebas dari nilai-nilai diluar bidang keimuan dan ajaran-ajaran diluar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiran metafisik keilmuan. Dalam para ilmuan berjuang untuk menegakkan imu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: Ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuan mendapatkan kemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh otonomi dalam melakukan penelitiannya dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.

Bebas nilai sesungguhnya adalah tuntutan yang ditujukan pada ilmu pengetahuan agar keberadaannya dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu pengetahuan, tuntutan dasar agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan itu sendiri, oleh karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh di kembangkan dengan didasarkan pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan, inilah yang menjadi patokan skularisme yang bebas nilai. Jadi ilmu pengetahuan harus dikembangkan hanya semata-mata berdasarkan pertimbangan ilmiah murni.

Sejumlah makna nilai secara singkat dapat dikatakan,

  1. Mengandung nilai artinya berguna
  2. Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah
  3. Mempunyai niai
  4. Dan memberi nilai
    Suatu benda dapat mempunyai nilai dsan berhubungan dengan itu. Hal tersebut dapat mempunyai nilai karena mengandung atau menggambarkan suatu nilai.

B. Hubungan-hubungan Ilmu dengan yang lainnya

a. Hubungan antara ilmu dan teknologi

Sebagaimana sama dengan aktifitas hidup manusia yang lain, ilmu juga mempunyai dimensi-dimensi yang kompleks. Kompleksitas dimensi ilmu tersebut pada satu sisi lain menunjukan luasnya ruang jelajah ilmu, namun pada sisi lain menjadikan ilmu sebagai suatu sisem yang sangat terbuka. Pada satu pihak ilmu menjadikan hal dari yang material sampai yang immaterial sebagai objek telaahnya, namun dilain pihak ilmu dihadapkan pada masalah pluralisme kebenaran yang muncul karena adanya pluralitas paradigma teori maupun metodologi ilmu dewasa ini.

Adapun konotasi Ilmu merajuk pada serangkaian aktifitas manusia yang manusiawi (human), bertujuan (purposeful), dan berhubungan dengan kesadaran (cognitive). Aktifitas yang dimaksud adalah segala kegiatan atau rangkaian kegiatan atau proses yang dijalani oleh fisikawan maupun sosiolog untuk membangun pengetahuan ilmiah.

Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisasi sebenarnya lebih merupakan maslah kebudayaan daripada masalah moral. Artinya, dihadapkan dengan ekses teknologi yang bersifat negatif ini, maka masyarakat harus menentukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana yang tidak. Cecara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu masyarakat harus menetapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-nilai budaya yang di junjungnya.

Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu itu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwasanya netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah tebatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral.

Secara etimologis, akar kata "teknologi" adalah "techne" yang berarti serangkaian prinsip atau metode rasional yang berkaitan dengan pembuatan suatu objek atau kecakapan tertentu. Techne memiliki kemiripan makna dengan episteme (pengetahuan) dalam arti pengetahuan tentang prinsip-prinsip, namun techne berkaitan dengan tujuan untuk "membuat" atau "mengerjakan", sedangkan "episteme" berkaitan dengan pemahaman. Adapun "logos" sebagai akar kata "logi", tidak mengacu pada status "ilmiah" dari teknologi, sebagaimana ditemukan dalam istilah "antropologi", "biologi", " sosiologi",namun lebih mengacu pada makna tata pikir atau pun keteraturan, sebagaimana ditemukan ditemukan dalam istilah kronologi dan ideologi ( The Liang Gie, 1982: 96).

Menghadapi kompleksitas "teknologi", terinspirasi oleh Peter drucker, Bertalaffy, dan Churchman. The Liang Gie merumuskan "teknologi" sebagi suatu sistem seni praktis (a system of the practical arts). Sebagaimana pendekatan sistem, teknologi memiliki input, komponen, output, dan lingkungan.

Dari penelusuran "ilmu" dan "teknologi" dengan berbagai sapek dan nuansanya, kiranya mulai jelas keterkaitan ilmu dan teknologi. Beberapa titik singgung antara keduanya mungkin dapat dirumuskan disini:

1. Bahwa baik ilmu maupun teknologi merupakan komponen dari kebudayaan.

2. Baik ilmu maupun teknoogi memiliki aspek ideasional maupun faktual, dimensi abstrak maupun konkrit, dan aspek toritis maupun praktis.

3. Terdapat hubungan dialektis (timbal balik) antara ilmu dan teknologi.

4. sebagai klarifikasi konsep, istilah "ilmu" lebih tepat dikaitkan dengan kontek teknologis, sedangkan istilah pengetahuan lebih sesuai bila digunakan dalam konteks teknis.

b. Hubungan antara ilmu dan kebudayaan

Batasan pengertian yang pernah dibuat oleh berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu dari rentang waktu tiga perempat abad tentang kebudayaan, pernah dikumpulkan oleh kroeber dan kluckhon. Dari usaha mereka terkumpul 150 definisi tentang kebudayaan yang diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok definisi, yakni: deskriptif, historis, normatif, psikologis, struktural, genetik, dan definisi yang tidak lengkap (kroeber, 1952: 81-142). Namun pada dasarnya tidak terdapat perbedaan yang bersifat prinsip dengan definisi pertama yang dicetuskan taylor. Kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian sera sistem teknologi dan peralatan.

Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.dalam hal ini menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.

Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Disamping nilai-nilai budaya ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Di samping itu nilai budaya dan tata hidup manusia di topang oleh perwujudan kebudayaan yang berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam kehidupan.

Pada perkembangan yang lebih lanjut, produk-produk manusia (kebudayaan) mengalami transformatif menjadi suatu faktisitas di luar diri manusia. Pada titik transformatif inilah momentum proses objektivasi terjadi. Kebudayaan sebagai produk manusia. Pada titik transformatif inilah momentum proses objektivasi terjadi. Kebudayaan sebagai produk manusia berada diluar subjektivitas individual, dan mempunyai watak seperti dunia alamiah, dan oleh karenanya merupakan bagian dari realitas objektif (Berger, 1991: 11-12)

Watak yang sudah melekat pada kebudayaan manusia, sciestism pada akhirnya mendapatkan reaksi, paling tidak dengan munculnya reorientasi atau pun pengembangan orientasi baru bagi pengembangan ilmu. Gejala yang nampak semakin luas adalah di tinggalkannya idiologi ilmu untuk ilmu atau ilmu bebas nilai (Ziman, 1971: 190-193). Idiologi yang demikian jelas mengingkari hubungan dialektis antara ilmu sebagai sistem kebudayaan dengan unsur sistem kebudayaan yang lain, baik itu religi, struktur ekonomi, struktur sosial, kepentingan polotis, maupun subjektivitas manusia itu sendiri.

c. Hubungan teknologi dan kebudayaan

kebudayaan terdiri dari sejumlah besar unsur yang berbeda. Seperi lembaga politik, sistem ekonomi, sistem hukum, nilai-nilai sosial, dan nilai-nilai religius. Bunge menyusun enam komponen dengan teknologi. Komponen tersebut berurutan dari yang lunak hingga yang keras.Dengan demikian dalam pendekatan sistem maupun dalam pendekatan fenomenolgis, tidak tepatbila tenologi itu didudukkan dalam kutub oposisi dengan kebudayaan.

    Dasar dari pernyataan-pernyataan yang demikian berangkat dari pengertian dan asumsi yang berbeeda dengan pendekaan sistem maupun fenmenologis.Mereka memandang teknologi sebagai kebudayaan, atu produk kebudayaan yang belum tentu sesuai dengan kebudayaan yang lain. Sejarah perkembangan teknologi telah memaparkan bahwa akar teknologi modern bukan berasal dari kebudayaan asia atau afrika. Melainkan dari eropa dan timur tenggah (ferkis dalam: mangunwijaya,ed, 1985:14-19).

    Dengan demikian, perbicanagan tentang hubungan antara teknologi dan kebudayaan dapat ditilik dari dua sudut pandang dari sudut pandang tenogi dan sudut pandang kebudayaan. Dari sudut pandang teknologi terbuka alternative untuk memandang hubungan antara teknologi dan kebudayaan dalam paradigma positivistis atau dalam paradigma.

C. Kesimpulan 1

    Nilai merupakan tema baru dalam filsafat, yakni aksiologi. Yang mengandung arti secara mendasar yakni pembedaan antara ada (being) dengan nilai (value). Dan nilai itu:

  1. Mengandung nilai artinya berguna
  2. Merupakan nilai artinya baik atau benar atau indah
  3. Mempunyai niai
  4. Dan memberi nilai.
    Ilmu adalah rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai yang ingin dimengerti manusia.Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial.

D. Kesimpulan 2

    Menurut kelompok kami nilai dan ilmu tidak dapat dipisahkan, keduanya saling bersangkutan, contohnya seperti kita membuat lukisan yang mana lukisan itu mempunyai nilai yang tinggi dan ilmu yang luas.

Sedangkan nilai-nilai ilmu ini sangat banyak macamnya karena bisa di gabungkan dengan semuanya, ilmu dan kebudayaan, kebudayaan dan teknologi, dan ilmu dengan teknologi. Yang mana ini semua di dalamnya terdapat nilai-nilai.

DAFTAR PUSTAKA

Syafi'I, inu kencana. 2004. Pengantar filsafat. Bandung: Refika Aditama.

Surajiyo. 2007. Filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Frondizi, Risieri. 2007. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suriasumantri, jujun. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tim Dosen filsafat ilmu. 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiapa Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar